PROFILE BUNG TOMO
Bung Tomo Saat siaran di Radio Pemberontak
Sutomo
atau Bung Tomo lahir di Kampung Blauran Surabaya 3 Oktober 1920. Masa remaja
Bung Tomo dihabiskan dengan aktif di Gerakan Kepanduan Indonesia. Menginjak dewasa Sutomo banyak berkecimpung
di dunia pers. Sutomo adalah wartawan
Freelance untuk harian Soeara Oemoem di Surabaya (1937). Sebagai penulis dan
wartawan untuk harian berbahasa Jawa, Express di Surabaya (1939). Sebagai
redaktur mingguan Pembela Rakyat (1938). Serta Wakil Pimpinan Redaksi kantor
berita Pendudukan Jepang DOMEI untuk
wilayah Jawa Timur. Hingga pada tahun 1945 setelah proklamasi kemerdekaan,
Sutomo menjadi Pimpinan Kantor Berita Antara Surabaya.
MENDIRIKAN KANTOR BERITA ANTARA BIRO SURABAYA
Setelah Jepang menyerah dan Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan. Para karyawan kantor Berita Domei seperti bekerja
tanpa kepemimpinan. Sehingga para karyawan kantor Berita Domei yang berkantor
di Gedung Pelni Jalan Pahlawan Surabaya bersama-sama boyongan untuk pindah ke
Jalan Tunjungan 100 pada tanggal 1 September 1945. Mereka-mereka yang menempati
gedung tersebut adalah Bung Tomo, RM Bintarti, Amin Lubis, Wiwiek Hidayat,
Lukitaningsih, Hidayat, Samsul Arifin, Mashud, Jacub, Abdul Wahab, Tuty
Agustina, Soewaji, Carnadi, Sudjoko, Sukarsono, Sutoyo, Suwardi, Sumardjo, Petruk Sumadji, Fakih
Hasan, Ali Urip, Mulyaningsih, Kusnendar, W.A Saleh, Sumadi, Gadio Atmosantoso,
Hasan Basri, Suwarji, Alimun, Sudarmo, Kuntoyo, Samidjo, Rahmad, Sofyan
Tanjung, Moh Sin, Giman, Sumarsono, Wiyo Sumarto, Rifai, Ismail, Persia
Bintarti, Sudardjo Anwar Idris, dsb. Kemudian mantan karyawan kantor berita
Domei tersebut menjelma menjadi kantor berita Antara –Surabaya.
AWAL MULA LAHIRNYA RRI
Monumen Pers Perjuangan/Kantor Berita Antara Biro Surabaya 1945
Sementara itu setelah tanggal 22
Agustus 1945, Dinas Siaran Radio Soerabaja Hosyo Kyoku secara de facto telah di
kuasai Republik. Radio Soerabaja yang bertempat di Jalan Pemuda adalah Pemancar
Radio Era Pendudukan Jepang di Surabaya
setelah sebelumnya bernama NIROM (Netherland Indiische Radio
Omroep). Pada tanggal 18 Agustus jam
19.00 , Radio Soerabaja pertama kali mengumumkan teks proklamasi dengan
menggunakan bahasa Madura dengan tujuan mengelabui Kempetai mengingat petugas
dari Kempetai selalu mengawasi siaran radio saat itu. Hingga pada tanggal 19
Agustus pada saat Petugas dari Kempetai lengah, Proklamasi dapat diumumkan
dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya
kedua instansi ini kantor Berita Antara Surabaya dan RRI Soerabaja senantiasa menggalang kekuatan
bersama untuk memberi semangat perjuangan kepada Rakyat Surabaya melawan
Penjajah.
Setiap kegiatan dan peristiwa
penting selalu dikabarkan oleh RRI dan kantor Berita Antara. Termasuk pada saat
Rapat Akbar di Pasar Turi tanggal 17 September maupun di Tambaksari pada
tanggal 21 September. Hingga pada tanggal
27 September Radio Soerabaja resmi menjadi Radio Republik Indonesia (RRI).
MENDIRIKAN SIARAN RADIO PEMBERONTAK
Pada
tanggal 12 Oktober 1945, setelah tiba dari Jakarta menemui para pemimpin
Republik, Sutomo mendirikan Radio
Pemberontak. Sehingga Peranan
RRI-Surabaya dan Antara-Surabaya sangat besar dalam perjuangan saat itu.
Saat Bung Tomo melakukan siaran dari Radio Pemberontak, RRI membantu merelay
siaran Bung Tomo. Rangkaian Pidato Bung Tomo yang dilakukan hingga pertengahan
Bulan Oktober 1945 sebenarnya dilakukan di dalam studio RRI tetapi diseting
sedemikian rupa seolah-olah RRI sedang merelay siaran Radio Pemberontak.
Sebelum melakukan Relay pidato Bung Tomo, penyiar RRI
Surabaya selalu mengatakan, “Sesaat lagi kami akan menyiarkan pidato Bung Tomo
yang dipancarkan dari Radio Pemberontak.”
Dilanjutkan oleh suara Soemiati telefonis RRI Surabaya (adik Bung Tomo)
mengaku sebagai penyiar Radio Pemberontak membuka siaran dengan kalimat “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,
disini pemancar Radio Pemberontak, Bung Tomo akan segera tampil mengucapkan
pidato.”
SIASAT BUNG TOMO DAN PEMILIHAN LAGU "TIGER RAY"
Bung Tomo meminta agar sebelum
dia berpidato , diputar musik berirama mars.
Akan tetapi para petugas tidak bisa menyediakan pilihan lagu tersebut.
Hingga Des Alwi, kepala kompi Combat Intellegence (CI) yang juga ahli dalam bidang radio menawarkan
lagu berirama musik khas Hawaii dengan judul “Tiger Ray”. Bung Tomo pun menyetujuinya. Kamuflase ini termasuk
pemutaran musik “Tiger Ray” diperlukan untuk menghindari kemungkinan tuduhan dari Sekutu bahwa
pidato Bung Tomo merupakan pendapat resmi dari Pemerintah Republik.
Sandiwara relay antara RRI dan
Radio Pemberontak ini terus dilakukan hingga RRI memberikan bantuan peralatan
radio kepada Bung Tomo. Sehingga Bung Tomo memiliki satu set peralatan pemancar
radio pemberian RRI dan melakukan siaran pada tanggal 20 Oktober 1945.
Sementara untuk mempertahankan ciri khas Radio Pemberontak, Bung Tomo selalu
mengawali pidatonya dengan musik “Tiger
Ray”.
MENDIRIKAN BPRI
Bung Tomo, bersama Kantor Berita
Antara_Surabaya, Radio Pemberontak serta Barisan Pemberontak Republik Indonesia
(BPRI) yang dipimpinnya, senantiasa mengobarkan semangat juang pemuda di
Surabaya pada saat itu. Setiap kata-kata
Bung Tomo seperti sihir, mampu menggerakkan ribuan massa pemuda Surabaya. Tanpa
mengenal takut dan bahkan tidak lari meski dihujani tembakan tentara Inggris.
Semula posisi Bung Tomo adalah sebagai kepala bagian Penerangan PRI (Pemuda Republik Indonesia). Tetapi hanya selang beberapa hari, Sutomo menyatakan keluar. Bersama teman-temannya, Sutomo membentuk kesatuan tersendiri bernama BPRI (Badan Pemberontak Republik Indonesia). Jumlah mereka hanya sekitar seratus orang dengan senjata tidak lebih dari 30 pucuk. Tetapi seluruh anggota BPRI adalah loyalis dan siab berjibaku menjaga keselamatan Bung Tomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar