Peristiwa Peristiwa Penting Sebelum 10 Nopember 1945 di Surabaya
Banyak peristiwa penting yang
terjadi sebelum peristiwa 10 Nopember 1945. Pengambil alihan kekuatan militer
Jepang di Jawa Timur berhasil dilakukan oleh para Pemuda hanya dalam hitungan
hari. Hal ini tentu tak pernah diperkirakan oleh pihak Sekutu sebelumnya. Praktis
pada bulan Oktober kota-kota Jawa Timur, khususnya kota Surabaya telah berada
dalam kendali penuh pemerintahan Republik.
Banyak orang menyebutkan bahwa
apa yang terjadi di Surabaya mirip dengan apa yang terjadi pada Revolusi
Perancis oleh Napoleon Bonaparte. Tetapi gelombang revolusi yang terjadi di
Surabaya terjadi sangat cepat dan berlangsung hanya dalam hitungan hari. Kondisi
ini membuat informasi mata-mata Inggris yang dijadikan Laksamana Mounbatten
sebagai dasar pengambilan keputusan berubah menjadi sebuah kesalahan besar. “Informasi yang dipegang oleh Intelijen SEAC
di Singapura menyebutkan “Surabaya hanya
akan dipertahankan oleh rakyat awam yang sama sekali belum bisa memegang
senjata api dengan benar. Selain itu, mereka menamakan diri pemerintahan
Republik Indonesia dan sama sekali belum memiliki pasukan militer.” Berdasarkan
informasi mata-mata yang tidak akurat, Keputusan Mounbatten mengirim Mallaby yang kurang
berpengalaman di garis depan ke kota Surabaya dikemudian hari berakhir menjadi
sebuah bencana.
Mari kita urai satu persatu apa yang terjadi di Surabaya,
sebelum pecah perang 10 Nopember 1945.
17 Agustus 1945
·
Berita Proklamasi yang terjadi di Jakarta
dikirim melalui kode Morse ke kantor berita Domei Jl.Pahlawan no. 29 jam 11
pagi. Oleh kantor berita Domei,
informasi tersebut diselundupkan oleh karyawan kantor Berita Domei kepada surat
kabar Suara Asia Jalan Pahlawan no. 31. Karyawan
Domei saat itu beberapa diantaranya adalah Sutomo (Bung Tomo), Pak Yacob, RM
Bintarti, Astuti Kabul (kemudian menjadi istri A.Azis pemilik Surabaya Post). Serta karyawan Suara Asia adalah
Mohammad Ali adik Imam Suparti (kemudian menjadi pemilik Penjebar Semangat).
·
Oleh Suara Asia berita tersebut dibikin
pamflet-pamflet dan selebaran dan disebar keseluruh Jawa Timur.
18 Agustus 1945
·
Karyawan Radio Hosho Kyoku berhasil menyiarkan
berita proklamasi kemerdekaan dalam bahasa madura pada jam 19.00 Pemilihan
bahasa madura adalah siasat untuk mengelabui tentara Jepang yang setiap saat
mensensor pemberitaan. Saat itu tentara Jepang yang menjaga Radio Hosho Kyoku
hanya menguasai Bahasa Indonesia.
·
Surabaya Hosyo Kyoku adalah Stasiun Radio di
Surabaya yang berada di Jalan Pemuda. Surabaya Hosyo Kyoku dulu pada masa Belanda
bernama NIROM Soerabaja (Netherland Indiische Radio Omroep)
·
Di jakarta dilakukan pembubaran PETA dan Heiho
oleh tentara Jepang. PETA (Pembela Tanah Air adalah orang-orang Indonesia yang
dilatih kemiliteran oleh Jepang dan bertugas untuk menjaga daerahnya
masing-masing. Sementara Heiho adalah orang-orang Indonesia yang dilatih Jepang
untuk ikut maju berperang di garis depan.
Mereka inilah yang kemudian menjadi tulang punggung kekuatan militer
Republik pada masa revolusi.
19 Agustus 1945
·
Pemberitaan Proklamasi dalam bahasa Indonesia
bisa dilakukan oleh Radio Surabaya pada tanggal 19 Agustus pada saat penjagaan
Jepang lengah.
·
Pengibaran bendera merah putih di Markas Polisi
Istimewa di Jalan Coen Boulvard (St. Louis Dokter Sutomo) dilakukan oleh Agen Polisi III Nainggolan
Stasiun Radio Nirom
20 Agustus 1945
·
Secara resmi, Pimpinan Polisi Istimewa
karesidenan Surabaya M. Yasin merasa sudah tidak terikat oleh Jepang.
Pengibaran Bendera Merah Putih tetap dilakukan di depan Kantor Polisi Istimewa.
Satuan Polisi Istimewa adalah kesatuan aparat Internasional yang dipersiapkan
menyambut peralihan kekuasaan dari Jepang ke Sekutu.
Aksi Polisi Istimewa
21 Agustus 1945
·
Satuan Polisi Istimewa atau disebut Tokubetsu
Kaisatsu Tai menyatakan diri sebagai Polisi Republik Indonesia dan tidak
terikat oleh ketentuan Internasional. Komandan Polisi Istimewa Takata dan
Nishimoto menyatakan mereka melepas tanggung jawab kesatuannya. Demi
keselamatan, mereka disarankan tidak meninggalkan rumah dinasnya. Sedangkan
semua persenjataan diamankan keluar kota yaitu Ngoro dan Sidoarjo. Beberapa
persenjataan mulai dari jenis ringan dan persenjataan berat diperoleh. Termasuk
beberapa truk dan kendaraan lapis baja.
22 Agustus 1945
·
Secara defacto
, Radio Surabaya Hosyo Kyoku secara de facto telah berubah menjadi Radio
Republik Indonesia (RRI Surabaya).
23 Agustus 1945
·
Atas instruksi Presiden Soekarno untuk membentuk
Komite Nasional Indonesia. Di Surabaya dipelopori oleh Angkatan Moeda Indonesia
dan dilakukan rapat selama 3 hari selama 25-27 Agustus 1945 di Gedung Nasional
indonesia (GNI) Jalan Bubutan no.87.
Rapat selama 3 hari tersebut menghasilkan susunan kepengurusan Ketua :
Doel Arnowo, Wakil ketua : Bambang Soeparto dan Mr.Dwidjosewojo. Penulis :
Roeslan Abdul Gani. Diikuti oleh beberapa anggota diantaranya : Dr. Angka
Nitisastra, Radjamin Nasution dan Masmuin. Dalam rangka menyambut sidang
pertama KNI di Jakarta 29-31 Agustus, KNI menyerukan kepada rakyat Surabaya
untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Pengibaran Bendera Merah Putih ini
dilarang oleh Satuan Polisi Jepang yang terkenal bengis yaitu Kempetai dengan
menyebarkan pamflet-pamflet larangan. Tetapi oleh rakyat Surabaya
pamflet-pamflet tersebut disobek-sobek dan tetap mengibarkan bendera Merah
Putih. Peristiwa ini oleh Ruslan Abdulgani dikenang sebagai Flaggen Actie. Mulai tanggal ini, Rakyat di
kampung-kampung kota Surabaya telah mengibarkan Bendera Merah Putih tanpa rasa
takut kepada Jepang.
24 Agustus 1945
·
Secara resmi para pembesar Jepang membacakan
tentang berakhirnya Perang dan pernyataan Tenno Heika dan Seiko Sikikan di
hadapan Pamong Praja. Bergeraklah para pemuda Indonesia yang di bawah naungan
AMI (Angkatan Muda Indonesia pimpinan Ruslan Abdulgani) yang sejak proklamiran
17 Agustus 1945 selalu mencari keterangan, berani merebut kekuasaan dari tangan
Jepang.
26 Agustus 1945
·
Para Interniran yang berada di Gunung sari
berhasil membebaskan diri atas usaha sendiri. Mereka menemukan bahwa Surabaya
telah porak poranda dan rumah-rumah mereka telah ditempati oleh orang lain.
Sehingga tujuan mereka adalah Palang Merah Internasional di Jalan Tunjungan
yang dipimpin oleh Ir. ME Keller, Konsul Swiss di Surabaya. Sebagian dari
mereka berusaha menempati rumah mereka kembali dan mencari sisa-sisa harta yang
ada dan berharap serta menunggu kembalinya pemerintahan Hindia – Belanda.
28 Agustus 1945
·
Tercapai kesepakatan antara Inggris dan Belanda
melalui CAA (Civil Affairs Agreement). Yaitu inggris akan membantu Belanda
mengembalikan kekuasaan atas Hindia Belanda = Indonesia. Dengan adanya CAA
tersebut, orang-orang Belanda leluasa menggunakan atau membonceng sekutu dengan
menjadi anggota RAPWI (Rehabilitation Allied Prisoner of War and Internees dan
Intercross (Palang Merah Indonesia). Selain itu orang-orang Belanda dimasukkan
kedalam tentara Inggris yang datang ke Indonesia.
·
Akhir bulan Agustus sebuah pesawat sekutu berputar-putar
di atas kota Surabaya.
1 September 1945
·
Karyawan Kantor Berita Domei pindah kantor dari
Jalan Pahlawan ke Jalan Tunjungan 100. Selanjutnya mereka menjadi kantor Berita
Antara – Surabaya. Pimpinan Redaksi Kantor Berita Antara pada saat itu adalah Sutomo
(Bung Tomo)
·
Para mahasiswa kedokteran gigi memutuskan untuk
mengibarkan bendera Merah Putih di tiang bendera di atas kantor Gubernur Jawa
Timur depan markas Kempetai. Kantor Gubernur tersebut masih diawasi langsung
oleh Kempetai sehingga rencana pengibaran harus dilakukan mendadak. Setelah
berhasil mengibarkan bendera Merah Putih, para mahasiswa tersebut mengamati
dari kejauhan. Ternyata tidak ada gangguan dari pasukan Kempetai di seberang
jalan.
2 September 1945.
·
Dibentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertempat di bekas gedung Badan
Pembantu Prajurit (BPP) Jalan Kaliasin 121 (Jl. Basuki Rachmat). Rapat dihadiri
hampir semua bekas pimpinan PETA, Heiho, kaum pergerakan dan lain-lain. Antara
lain: Suryo (bukan Gubernur Suryo), Sutopo, Mohammad, Katamhadi, Rono Kusumo,
Kunkiyat, Sungkono, Mustopo, Kholil Thohir, Yonosewoyo, Abdul Wahab, Usman Aji,
Sutomo (Bung Tomo). BPKKP terbentuk dengan Dul Arnowo sebagai ketua, Daidantjo
Mohammad (wakil), Daidantjo Sutopo (bagian umum), Notoamiprodjo dan Abdul
Syukur (bagian keuangan). BKR terbentuk dengan Daidantjo Drg. Mustopo (ketua),
Sunarso (bekas pegawai BPP, bagian tunjangan), dibantu bagian penerangan
adalah: Daidantjo Katamhadi, Cudantjo Abdul Wahab, wartawan Antara Sutomo (Bung
Tomo).
4 September 1945.
·
Penyempurnaan susunan BKR yang dirapatkan di GNI
Jl. Bubutan 87 oleh para Daidantjo, Cudantjo dan Shodantjo menghasilkan tiga
eselon BKR, yaitu BKR Jawa Timur, BKR Karesidenan, dan BKR Kota Surabaya.
Pemimpin-pemimpinnya yang disahkan adalah: BKR Jawa Timur: Moestopo (panglima),
Suyatmo (staf umum), Mohamad Mangundiprojo (urusan darat), Atmaji (urusan
laut), Suyono Prawirobismo (polisi, penerangan), Suryo (keuangan/perlengkapan),
Dr.Sutoyo (kesehatan), dll. BKR Karesidenan Surabaya Ketua Abdul Wahab
(cudantjo), wakil ketua Yonosewoyo, dll. BKR Kota Surabaya: Ketua Sungkono.
15 September 1945
·
RAPWI datang ke Surabaya dan bermarkas di Hotel
Yamato Jalan Tunjungan. Sejak hari itu Hotel Yamato ramai dengan orang-orang
bule, dan mereka juga mengendarai mobil atau truck baru dengan tulisan RAPWI. Untuk
menghindari kecurigaan sebagian dari mereka juga datang sebagai Intercross (Palang Merah Internasional). Sebagian
dari mereka terjun payung di daerah Gunung sari tempat orang Belanda dijadikan
tawanan perang oleh Jepang. Kemudian orang-orang interniran ini dibawa ke Hotel
Yamato.
·
Aktivitas meningkat baik di Hotel Yamato maupun
di Gedung Intercross, keduanya berada di jalan Tunjungan. Dengan sombong
beberapa orang Bule mengusir orang-orang Indonesia yang lewat di depan Hotel.
Tindakan ini justru menimbulkan ketidaksukaan dari Penduduk Surabaya.
17 September 1945
·
Rapat Umum di Pasar Turi, memperingati 1 bulan
kemerdekaan Republik Indonesia
18 September 1945
·
Bung Tomo dan Abdul Wahab dari kantor Berita
Antara Surabaya jalan Tunjungan 100 yang berseberangan letaknya mendatangi
Hotel Yamato. Bermaksud mewawancarai dan mencari informasi apa yang terjadi,
justru sikap permusuhan yang didapat. Saat itu terlihat sudah sangat banyak
orang-orang Inggris dan Interniran menginap di Yamato. Ketika Abdul Wahab
mengambil beberapa foto didalam ruang Hotel Yamato, Abdul wahab justru
mendapatkan tinju dan dihajar oleh beberapa Indo-Belanda karena menganggap dia
sebagai mata-mata. Dengan berteriak dalam bahasa Inggris, Bung Tomo berkata
bahwa dia adalah wartawan Antara dan bertanggung jawab bahwa Abdul Wahab
bukanlah mata-mata. Akhirnya Abdul Wahab
dilepas tetapi mereka para Indo-Belanda meminta dengan paksa film di dalam
kamera.
·
Pada malam hari, Orang-orang Belanda yang
ada di Yamato mengibarkan Bendera Merah
Putih Biru. Karena malam hari, aksi ini luput dari perhatian masyarakat
Surabaya
19 September 1945
·
Pagi hari tampak masyarakat Surabaya mulai
berkerumun di dekat Hotel Yamato karena melihat Bendera Merah Putih Biru
berkibar kembali. Peristiwa monumental dan tonggak kebangkitan Pemuda di
Surabaya akhirnya pecah. Terdengar letusan pistol, pemuda semakin nekat.
Bentrokan terjadi. Beberapa pemuda nekat menerobos masuk kedalam hotel. Beberapa
pemuda gagal menggapai puncak menara, tiba-tiba muncul beberapa tangga. Tak
lama kemudian warna biru disobek oleh para pemuda, menyisakan bendera Sang Saka
Merah Putih. Seketika itu Bung Tomo naik ke loteng Gedung Antara Surabaya,
Jalan Tunjungan no.100. Memimpin pemuda untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Peristiwa
ini adalah tonggak sejarah. Karena peristiwa inilah para Pemuda di Surabaya
menyadari bahwa Belanda masih ingin kembali menjajah Indonesia. Bayang-bayang
pahitnya dijajah Jepang serta keinginan yang kuat untuk hidup sebagai bangsa
yang merdeka membangkitkan semangat Arek-arek Suroboyo untuk memegang kendali
penuh Kota Surabaya sebelum Belanda datang kembali. Korban di pihak Republik
gugur 4 orang pemuda Sidik, Mulyadi, Hariono dan Mulyono. Sementara di pihak
Belanda Mr. Ploegman tewas.
·
Pada peristiwa 19 September di Hotel Yamato,
para pemuda masih belum memiliki persenjataan. Rata-rata para pemuda yang
berkumpul di depan Hotel Yamato masih berbekal bambu runcing dan senjata tajam
seperti pedang, klewang dan senjata tajam seadanya. Kekuatan militer pada saat
itu hanya dimiliki oleh Satuan Polisi Istimewa Moh. Yamin.
Perobekan Bendera 3 Warna di Hotel Yamato
20 September 1945
·
Sebuah rumah kediaman seorang perwira Jepang di
Princesselaan 1 diambil alih para pemuda. Dari rumah tersebut para pemuda
bersepakat untuk menjadikan rumah tersebut sebagai Markas Besar Pemuda Republik
Indonesia. Pengambil alihan rumah tersebut dilakukan oleh Pemuda Djamal,
Pramoedji, Soerjono, Soedjono, Dimjati, Soewardi, Des Alwi dan Karjono.
Keesokan hari, jam 06.30 pagi sudah dibentangkan spanduk besar di depan gedung
bertulis MARKAS BESAR PEMOEDA REPOEBLIK INDONESIA.
21 September 1945
·
Rapat akbar diselenggarakan di Tambak Sari.
Loekitaningsih sebagai salah satu pembicara mengucapkan tekad untuk mempertahankan
Bendera Merah Putih selama-lamanya.
·
Berlangsung rapat pembentukan BKR Pelajar di
Gedung SMT jalan Darmo 49. Keesokan
harinya BKR Pelajar diresmikan oleh Soengkono dan dibagi dalam beberapa
kelompok . BKR Pelajar memiliki anggota 1300 orang dilatih oleh Pasukan Polisi
Istimewa pimpinan M Yasin. Selanjutnya pasukan pelajar tersebut diresmikan
Soengkono pada tanggal 19 Oktober sebagai BKR Kota, Darmo 49 Surabaya.
22 September 1945
·
Para pemoeda
yang menjadi pembicara di Rapat Akbar Tambaksari 21 September ditangkap
oleh Kempetai yang terkenal bengis. Gubernur Soerjo segera turun tangan.
Melalui perundingan yang alot, akhirnya para
pemuda tersebut berhasil dibebaskan persis saat tengah malam.
23 September 1945
·
Sesudah melakukan Rapat Akbar di Tambak Sari,
Angkatan Moeda Indonesia mengadakan rapat di Pavilyun Gedung Nasional Indonesia
Jalan Bubutan. Dalam rapat tersebut, diputuskan untuk meleburkan AMI dengan PRI
(Pemoeda Republik Indonesia) yang telah dibentuk pada tanggal 20 September
1945. Struktur organisasi PRI cukup modern pada masa itu. Terdapat Ketua, Ketua
I, Ketua II, Sekretaris, Bagian Keuangan, Bagian Pertahanan, Bagian Penyelidik
dan Combat Intelligence, Bagian Angkutan, Bagian Pelajar, Bagian Sosoal dan
Wanita, Bagian Penerangan serta Bagian Propaganda dan Komunikasi.
·
Proses pendirian Pemoeda Republik Indonesia
mendoro pendirian PRI-PRI di kota-kota diberbagai daerah. Surabaya sebagai kota
pelabuhan dan kota dagang yang maju pada masa itu menyebabkan banyak pemoeda
dari luar kota dan luar pulau tinggal di Kota Surabaya. Para pemoeda dari luar
kota dan luar pulau ini juga banyak membantu pergerakan para Pemoeda di
Surabaya pada saat itu. Mereka membaur dan berjuang bersama-sama Pemoeda
Surabaya.
·
Selain struktur organisasi yang sudah modern, PRI
juga membagi-bagi wilayah untuk keperluan pertahanan. Wilayah-wilayah tersebut
adalah PRI-Utara, PRI Tengah dan PRI Selatan. Selain itu PRI juga dilengkapi
satuan setingkat Kompi dengan tugas ganda. Sebagai penyelidik sekaligus
mengawal Markas Besar. Markas Besar PRI kemudian beralih ke Simpang Societiet
(Gedung Pemuda sekarang).
·
Peristiwa penting lain yang terjadi pada tanggal
23 September 1945 adalah tiba di Surabaya Captein P.J.G.Huiyer (Belanda). Huiyer
dikirim oleh Laksamana Helfrich (komandan Angkatan Laut Hindia Belanda untuk
mengurusi kembali daerah jajahannya). Huiyer memerintah Jendral Iwabe (panglima
Angkatan Darat Jepang di Jawa Timur) menyerahkan Angkatan Laut Jepang (kaigun)
di Tanjungperak dalam surat serah-terima hitam di atas putih.
·
Setelah mendapat surat serah-terima pangkalan
Angkatan Laut Jepang di Tanjungperak, Huiyer terbang meninggalkan Surabaya menuju
Jakarta via Balikpapan.
·
Huiyer memberikan informasi kepada Admiral CEL
Helfrich, The C-in-C Netherlands Forces in The East, angkatan laut Belanda yang
bergabung dengan Sekutu bahwa penduduk Surabaya tidak memiliki kekuatan
militer. Informasi ini kelak yang menyesatkan pihak Sekutu. Bahwa secepat kilat
dalam 10 hari kedepan, seluruh kekuatan militer Jepang telah jatuh ke tangan
para Pemuda.
25 September 1945
·
PRI bagian pertahanan semakin berkembang.
Kekuatan semakin bertambah seiring dibentuknya pasukan reguler berkekuatan
tetap setara 4 kompi dan dipimpin oleh bekas Shodancho PETA Trenggono dan
Shocho Heiho Salimin.
26 September 1945
·
Dipimpin oleh Bung Tomo, para pemuda mengepung
Markas Don Bosco yang merupakan gudang senjata. Don Bosco telah dikepung oleh
para Pemuda bersenjata bambu runcing, senjata tajam dan senjata seadanya.
Mereka para pemuda kampung dan para pelajar yang telah yakin bahwa kini tiba
saatnya dilancarkan aksi perebutan senjata. Mengingat aksi-aksi sebelumnya
telah berhasil dilaksanakan. Yaitu aksi penyitaan semua kendaraan roda empat,
truk dan berbagai macam kendaraan yang digunakan oleh Interniran, Jepang dan
Indo Belanda untuk kepentingan revolusi.
·
Melalui diplomasi, Bung Tomo membujuk Komandan
Tangsi Don Bosco Mayor Hashimoto untuk menyerahkan persenjataan yang disimpan
dalam gudang senjata Don Bosco. Hashimoto meminta agar dihadirkan pembesar Republik yang bertanggung
jawab atas keamanan. Kemudian menyusul hadir ditempat Suyitno
(keybondan/Barisan Pencegah Bahaya Udara), Mochammad (Daidantyo PETA Sidoarjo)
sebagai wakil BKR serta beberapa perwakilan Markas Besar PRI termasuk Djamal.
Hadir pula di tempat wakil Kempetay.
·
Perundingan belum tercapai. Tetapi Mayor
Hashimoto berjanji akan menyerahkan
persenjataan kepada Rakyat dan Pemuda Surabaya setelah Pimpinan
Tertinggi Panglima Balatentara Nippon di Jawa Timur mengetahui apa yang terjadi.
Rakyat berhasil di minta untuk membubarkan diri dan akan kembali keesokan
harinya.
27 September 1945
·
Pagi hari Rakyat dan para pemuda sudah mengepung
Don Bosco. Sementara itu hadir M. Yasin Komandan Polisi Istimewa sebagai wakil
dari pemerintah. Pada satu sisi Panglima tertinggi Nippon di Jawa Timur
memerintahkan untuk tetap menjaga keamanan. Itu berarti Hashimoto tidak boleh
menyerahkan persenjataan di tangan rakyat. Sementara kondisi riil sangat sulit.
Hashimoto bertanya apakah Pemerintah Daerah Republik Indonesia menyatakan sanggup
menjaga keamanan. M Yasin menyatakan sanggup dan segera dibuat surat serah
terima. Dengan demikian serah terima persenjataan dan amunisi di Gudang Don
Bosco dapat berlangsung secara damai. Peristiwa di Don Bosco kemudian menjadi
model peralihan kekuasaan berbagai instansi yang dikuasai Jepang ke tangan
Republik. Seperti Radio Soerabaja, Rumah Sakit Angkatan Perang Nippon
Karangmenjangan dan masih banyak lagi.
·
Hampir secara serentak, rakyat
berbondong-bondong mengepung tempat-tempat strategis tempat penyimpanan senjata
Jepang. Kitahama Butai Lindeteves yang menjadi tempat perbaikan persenjataan
berat Jepang. Hingga diperoleh meriam dan persenjataan penangkis udara.
·
Pengepungan dan penyerbuan untuk melucuti Jepang
juga dilakukan rakyat pada komplek Elektronika Kaliasin, asrama Sambongan
Semoet, Pabrik Mesin di Ngagel, markas Jepang di Gunungsari serta angkalan
Udara Moro Krembangan.
·
Secara resmi, Radio Soerabaja telah berganti
menjadi Radio Repoeblik Indonesia. Serah terima dilakukan oleh Moromoto kepada
Residen Soedirman. Pada acara serah
terima tersebut, Gubernur Soerjo berpidato menjelaskan betapa pentingnya peran
radio untuk menggelorakan semangat perjuangan.
28 September 1945
·
Markas Kaigun, Angkatan Laut Jepang di Gubeng
juga tak luput dari sasaran rakyat dan pemuda Surabaya. Untuk pertama kali
penyerbuan juga menggunakan persenjataan yang telah dimiliki. Senapan mesin
ditempatkan diatas jembatan Viaduk Goebeng. Dari posisi tersebut Markas Kaigun
dihujani tembakan senapan mesin. Massa rakyat mendesak maju dari arah timur rel
kereta api, serta dari arah selatan.
Sebagian menggunakan senjata api dan sebagian menggunakan senjata tajam
dan bambu runcing. Sementara tentara Jepang dari markas Kaigun melepas tembakan
ke arah sisi pertahanan mereka yang bisa menjadi jalur masuk massa rakyat.
Pengepungan ini kemudian terdengar oleh
BKR Surabaya Soengkono.
·
Tentara Laut Jepang di Markas Kaigun sebenarnya
tidak mengerahkan kemampuan sepenuhnya karena tidak menggunakan peralatan berat
yang mereka miliki, mungkin mereka menyadari tidak ingin pada pengepungan ini
jatuh korban jiwa di sisi massa rakyat sehingga mengakibatkan kemarahan yang
lebih besar lagi.
·
Soengkono segera berinisiatif menemui Laksamana
Muda Laut Shibata. Dengan berdiplomasi Soengkono mengatakan bahwa Rakyat
Surabaya tidak ingin membunuh saudara tua mereka. Laksamana Shibata pun merasa
tersanjung dan menerima jaminan tersebut serta bersedia menyerahkan
persenjataan yang dimiliki untuk diserahkan kepada Republik.
·
Huijer kembali datang ke Surabaya dan sangat
terkejut dengan perubahan yang terjadi. Satu persatu kekuatan Jepang berjatuhan
ke tangan Republik. Segala aksi dan manuver Huijer mengatas namakan sebagai
perwakilan Sekutu. Termasuk memaksa Jenderal Iwabe dan Laksamana Muda Shibata
untuk menyerahkan kekuasaan Jepang kepada Sekutu melalui Huijer. Justru inilah
kesalahan paling fatal Huijer karena Pihak Republik tidak percaya Huijer dan
menganggap Huijer bertindak atas kepentingan NICA, bukan Sekutu.
·
Huijer menginap di Hotel Yamato, setelah kehilangan
mobil dan uang, terpaksa Huijer kembali ke Jakarta pada tanggal 9 Oktober naik
kereta api karena semua penerbang pesawat di Morokrembangan telah ditawan
Pemuda Republik. Selama perjalanan, Huijer mengaku sebagai orang Inggris.
Tetapi sampai di Kertosono Huijer ketahuan karena mengumpat dalam bahasa
Belanda. Huijer ditangkap dan ditahan di Kertosono. Keesokan harinya 10 Oktober
Huijer dibawa ke Surabaya. Namun pada saat melewati Jombang, Rakyat menurunkan
Huijer dan diturunkan di Stasiun Jombang. Jam 13.00 Huijer diangkut menuju
Surabaya menggunakan bus dan dikawal oleh Pemuda dan dibawa ke bekas Kantor
Konsulat Inggris di Jalan Kayoon. Huijer
diperingatkan untuk tidak melarikan diri.
·
Setelah melalui pemeriksaan dan bukti-bukti yang
ditemukan, Huijer ditemukan bekerja untuk NICA bukan untuk sekutu. Akhirnya
Huijer dimasukkan ke penjara Kalisosok.
29 September 1945
·
Terjadi pengepungan di gedung HVA oleh massa
rakyat. Tembak menembak terjadi antara Jepang dan massa. Hingga pada tanggal 30
September 1945 pukul 5.00, Doel Arnowo
selaku pimpinan Komite Nasional Indonesia Surabaya mengirim utusan kepada
Jenderal Iwabe selaku Panglima Pertahanan Angkatan Darat Jawa Timur. Akhirnya
kedua belah pihak sepakat berdamai. Pihak Jepang bersedia menyerahkan
Persenjataan di Gedung HVA setelah kedua pihak menandatangani naskah serah
terima.
1 Oktober 1945
·
Pagi hari 1 Oktober 1945, Massa rakyat sudah
mengepung Markas Kempetai di depan Kantor Gubernur. Pemuda menempatkan
Mitraliur dan Senapan mesin diatas kantor Gubernur. Sementara dari PRI pusat
menempatkan senapan mesin dari arah Viaduct. Tembak menembak pun tak
terelakkan. Korban mulai berjatuhan. Hingga
para pemuda menghubungi Jenderal Iwabe.
Jenderal Iwabe pun kemudian bersedia memerintahkan Komandan Kempetai
Surabaya untuk melakukan Cease Fire. Total 40 korban jiwa. Di pihak Indonesia
gugur 25 orang, dipihak Jepang tewas 15 orang. Sementara 81 orang luka-luka
baik di pihak Indonesia maupun Jepang, diantaranya adalah Abdul Wahab kepala
BKR Karesidenan Surabaya.
2 Oktober 1945
·
Markas Besar Angkatan Laut Jepang dikepung massa
rakyat dipelopori ooleh BKR, Polisi Istimewa, PRI dan BKR-Peladjar. Penyerbuan
di Markas Besar Angkatan Laut Jepang Embong Woengoe tak membawa hasil karena
tidak ditemukan senjata.
·
Residen Soedirman atas nama Gubernur Jawa Timur
mengeluarkan pernyataan bahwa
o
kini sudah saatnya pemerintahan di Surabaya
mengurus pemerintahannya sendiri dan hanya menerima perintah dari Pemerintah
Poesat Repoeblik Indonesia.
o
Segala urusan dengan sekutu harus dirundingkan
dengan pemerintahan di Surabaya
7 Oktober 1945
·
Pagi hari massa rakyat sudah mengepung Pangkalan
Laut Jepang Oedjoeng. Massa rakyat semakin terampil dalam melakukan penyerbuan
sehingga serbuan tidak dilakukan secara membabi buta. Penyerbuan dilakukan dari
3 penjuru dan dengan mudah massa rakyat menguasai pangkalan Oedjoeng. Kemudian
secara resmi Laksamana Muda Shibata menyerahkan pangkalan laut tersebut kepada
Residen Soedirman yang bertindak atas nama Gubernur Jawa Timur. Setelah
menguasai Oedjoeng, pemuda segera menuju Pulau Njamoekan sekitar 20 mil dari
Pelabuhan Oedjong dan mengambil alih pangkalan laut cadangan disana.
12 Oktober
·
Bung Tomo kembali dari Jakarta dan mendapat
restu untuk mendirikan Radio Pemberontak. Pendirian Radio Pemberontak ini bersifat
strategis untuk membakar semangat perlawanan Rakyat. Sebaliknya RRI yang
bersifat resmi dan mewakili Pemerintah Pusat. Tidak mungkin RRI membakar
semangat Rakyat karena sikap Pemerintah Pusat masih bersifat kooperatif dengan
Sekutu. Radio Pemberontak yang didirikan oleh Bung Tomo sebenarnya juga atas
restu menteri Penerangan adalah strategi lain pemerintah pusat dan Bung Tomo
untuk tetap membakar semangat arek-arek Suroboyo. Jangan sampai karena sikap
resmi pemerintah yang berusaha berdamai dengan sekutu dapat melunturkan
semangat revolusi arek-arek Suroboyo.
·
Tetapi siaran-siaran Bung Tomo yang khas
membakar semangat arek-arek Suroboyo, selalu diiringi lagu khas dari Hawai
berjudul Tiger Ray semakin menunjukkan bahwa Radio Pemberontak tidak mewakili suara
pemerintah pusat.
·
Lagu Tiger Ray adalah atas pilihan Des Alwi yang
ahli dalam urusan pemancar radio. Hingga Radio Pemberontak memiliki sendiri
pemancar Radio, Tiger Ray selalu mengiringi setiap siaran Bung Tomo.
·
Selama belum memiliki pemancar sendiri, Radio
Pemberontak bekerja sama dengan RRI seolah-olah RRI me-relay siaran Radio
Pemberontak, padahal Bung Tomo melakukan siaran di Studio RRI di Embong Malang
(sekarang hotel Shangrilla).
20 Oktober
·
Radio Pemberontak pimpinan Bung Tomo akhirnya
memiliki perangkat pemancar sendiri hasil pemberian perangkat radio dari RRI
Surabaya.
22 Oktober 1945
·
Diperoleh Informasi pendaratan tentara Inggris melalui
kantor Berita Antara Surabaya Aminoeddin Loebis. Informasi disampaikan ke Markas Besar PRI di
Simpang Societet. Kekuatan tentara sekutu yang akan mendarat adalah kekuatan 1
Resimen atau sekitar 6000 tentara.
·
Sebelumnya, Sikap resmi Pemerintah Pusat melalui
menteri luar negeri Achmad Soebardjo tentang kedatangan Tentara Sekutu di
Surabaya agar rakyat Surabaya bersikap tenang dan netral. Sikap ini pasti tidak
dapat dimengerti Rakyat Jawa Timur khususnya Surabaya. Akhirnya secara berterus
terang , menteri Soebardjo mengatakan masih terus bernegoisasi dengan Mayjend
Hawthorn dan belum ada titik terang. Maka segala keputusan terserah kepada
rakyat Surabaya. “Terserah jullie yang berada di Jawa Timur”
·
Markas PRI segera membentuk tim penghubung.Kyai
Hasyim kemudian memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai
lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura
itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan
VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945. Pada 23
Oktober 1945, KH Hasyim Asya’rie atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan
seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad
25 Oktober 1945
·
Sekutu mendarat pada malam hari dan dilanjutkan
hingga pagi hari. Melalui perdebatan dan ketegangan akhirnya dicapai
kesepakatan pada tanggal 26 Oktober 1945 antara Sekutu dipimpin Mallaby dan
para Pemuda dipimpin Residen Soedirman.
Brigjen WS Mallaby
26 Oktober 1945
·
6000 Tentara
Mallaby mendarat dan menempati titik-titik strategis di Surabaya.
Penduduk Surabaya menyambut dengan dingin beserta kewaspadaan yang tinggi
27 Oktober 1945
·
Kesepakatan antara Mallaby dan Residen Sudirman
akhirnya harus kandas karena Mayjend Hawthorn mengeluarkan ultimatum kepada
rakyat di Surabaya untuk menyerahkan persenjataan yang dirampas dari tangan
Jepang. Mallaby merasa ditampar dan dipermalukan karena ultimatum itu
disebarkan melalui pesawat yang terbang langsung dari Batavia. Perdamaian
antara tentara Mallaby dan Republik terancam.
·
Mallaby tidak dapat menolak perintah atasannya
Mayjend Hawthorn.
28 Oktober 1945
·
Pecah clash pertama tentara Inggris melawan
Rakyat Surabaya. Pertempuran dimulai pada pukul 5 sore. Pertempuran berlangsung
serentak di seluruh penjuru kota Surabaya.
·
Kekuatan tentara Mallaby yang terpecah-pecah
tidak mampu menahan gempuran rakyat di Surabaya.
29 Oktober 1945
·
Soekarno, hatta dan Amir Sjarifuddin datang ke
Surabaya menggunakan pesawat RAF. Soekarno datang atas permintaan Jenderal
Christinson karena desakan Mallaby. Mallaby meminta diselenggarakan gencatan
senjata bila tidak ingin tentaranya menyerah aatau hancur total ditangan para
Pemuda di Surabaya.
·
Kesepakatan sementara tercapai, gencatan senjata
mulai diberlakukan. Tetapi tembak-menembak masih berlangsung.
Perundingan Genjatan Senjata Soekarno dan tentara Inggris di Surabaya
30 Oktober 1945
·
Jenderal Hawthorn tiba di Surabaya untuk
melaksanakan perundingan dengan Soekarno.
·
Perundingan berlangsung di Gedung Grahadi. Segera setelah kesepakatan tercapai,
Hawthorn dan Rombongan Soekarno kembali ke jakarta.
·
Dibentuk Biro Kontak untuk menyebarkan gencatan
Senjata, Tapi naas, dalam usaha penyebaran informasi gencatan senjata, Mallaby
justru tewas di Jembatan Merah.
Gedung Internatio Jembatan Merah
·
Penyebabnya adalah Tentara Inggris menyulut aksi
tembak-menembak karena terlebih dahulu menembakkan mortir kearah rombongan
mobil pada saat proses negoisasi masih berlangsung antara perwakilan Republik
dan Tentara Inggris yang terkepung di Internatio.
· Mobil Mallaby
`Para tokoh pemuda segera mengamankan diri,
sementara Mallaby terjebak di dalam mobil yang dinaikinya. Mobil itu sebenarnya
mobil dinas Residen Soedirman.
·
Mallaby ditembak oleh pemuda tidak dikenal dari
jarak dekat dengan menggunakan pistol. Kemudian mobil Mallaby terbakar oleh
ledakan granat yang berasal dari pengawalnya sendiri.
Peristiwa ini menimbulkan
kemarahan besar dari Pihak Inggris. Inggris mengancam akan menghukum Surabaya.
Segera saja Inggris menggelar kekuatan di Pangkalan Oedjoeng dan menambah
kekuatan mereka disana. Tanggal 7 November Mayor Jenderal Mansergh telah
mengeluarkan ancaman kepada pimpinan di Surabaya. Tanggal 9 November 1945 jam
11 siang, Mansergh mengeluarkan dua surat dan ditujukan kepada Mr. RMTA Soerjo.
Surat pertama tentang Ultimatum Sekutu. Surat kedua tentang penjelasan
ultimatum tersebut.
Mayor Jenderal Mansergh
Tanggal 9 November 1945 jam 1
siang, pesawat-pesawat Inggris mulai menyebarkan pamflet ultimatum diatas kota
Surabaya.